.jpg)
Guru professional
berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia menemukan bahwa ada
bermacam hal yang menyebabkan siswa belajar.ada siswa yang tidak belajar karena
dimarahi oleh orang tua. Ada siswa yang enggan belajar karena pindah tempat
tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajarkan topic
tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar karena bercita-cita menjadi seorang
ahli. Bermacam-macam keadaan siswa tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan
tentang masalah-masalah belajar merupakan hal yang sangat penting bagi guru
atau calon guru.
Dalam makalah ini kami membahas mengenai
kondisi belajar dan masalah-masalah belajar,serta cara mengatasi masalah belajar.
Gagne membagi kondisi belajar atas dua,
yaitu:
1. Kondisi internal (internal condition)
adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari
sesuatu yang baru yang dihasilkan oleh seperangkat proses transformasi (ingat
information processing theory Gagne).
2. Kondisi Eksternal (eksternal
condition) adalah situasi perangsang di luar diri si belajar. Kondisi belajar
yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk setiap kasus. Begitu pula
dengan jenis kemampuan belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar
sebelumnya yang berbeda dan kondisi eksternal yang berbeda pula.
B. Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal
Secara umum kondisi
belajar internal dan eksternal akan mempengaruhi belajar. Kondisi itu antara
lain, pertama, lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada dalam proses dan di
sekitar proses pembelajaran memberi pengaruh bagi proses belajar. Kedua,
suasana emosional siswa. Suasana emosional siswa akan memberi pengaruh dalam
proses pembelajaran siswa. Hal ini bisa dicermati ketika kondisi emosional
siswa sedang labil maka proses belajarpun akan mengalami gangguan. Ketiga,
lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang berada di sekitar siswa juga turut
mempengaruhi bagaiman seorang siswa belajar.
Masalah-masalah
internal yang dialami siswa yang berpengaruh pada proses belajar terurai
sebagai berikut:
1. Sikap terhadap Belajar
Sikap merupakan
kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan
penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu mengakibatkan terjadinya sikap
menerima, menolak, atau mengabaikan. Akibat penerimaan, penolakan, atau
pengabaian dapat berpengaruh pada perkembangan kepribadian. Oleh karena itu,
ada baiknya siswa mempertimbangkan masak-masak akibat sikap belajar.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar
merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi
belajar sangat berpengaruh pada aktifitas belajar, bila motivasi tersebut
melemah mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Motivasi belajar perlu
diperkuat secara terus menerus supaya kuat, untuk mengoptimalkan perlu
didukung pula suasana belajar yang menyenangkan.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar
merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Disini diperlukan
peran guru dalam menerapkan strategi-strategi belajar mengajar dan
memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Maka perhatian dan
prestasi belajar dapat ditingkatkan.
4. Mengolah Bahan
Belajar
Mengolah bahan belajar
merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara pemerolehan ajaran
sehingga menjadi bermakna bagi siswa. kemampuan siswa mengolah bahan belajar akan
menjadi baik jika siswa berpeluang aktif dalam belajar. Disisi guru, pada
tempatnya menggunakan proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5. Menyimpan Perolehan Belajar
Menyimpan perolehan
hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan perolehan
pesan.kemampuan menyimpan pesan ini ada yang pendek dan ada yang lama, atau
bahkan seumur hidup, proses ini merupakan saat memperkuat hasil belajar.
Pebelajar menggunakan berbagai teknik belajar agar tersimpan dalam ingatan,
penghayatan dan keterampilan jangka panjang. Sikap, konsentrasi, dan pengolahan
bahan belajar sangat mempengaruhi pada fase ini. Ada gangguan pada salah satu
fase ini baik sendiri-sendiri maupun gabungan akan menghasilkan hasil belajar
yang kurang baik.
6. Menggali Hasil Belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar
merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Penggalian hasil
belajar yang tersimpan ada hubungannya dengan baik atau buruknya penerimaan,
pengolahan, dan penyimpanan pesan. Siswa akan mengalami gangguan dalam menggali
pesan dan kesan lama. jika tidak memperhatikan pada saat penerimaan, maka akan
berpengaruh tidak baik pada proses penyimpanan dan akan sulit pada proses
pengolahan.
7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Kerja
Kemampuan Berprestasi
atau Unjuk Hasil Kerja merupakan suatu puncak proses belajar. Pada tahap ini
siswa membuktikan kemampuanya dalam proses-proses penerimaan, pengaktifan,
pra-pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan
pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat
berprestasi kurang atau juga dapat gagal berprestasi jadi perlu upaya dalam
mengoptimalkan proses-proses tersebut yang sudah dijelaskan diatas.
8. Rasa Percaya diri Siswa
Rasa percaya diri
muncul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Pengakuan umum
dari keberhasilan dapat membuat rasa percaya diri semakin kuat. Hal yang
sebaliknya dapat terjadi bila kegagalan yang berulang sering dialami dapat
mengakibatkan rasa tidak percaya diri. Pada tempatnya guru mendorong keberanian
terus menerus, memberikan bermacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan
kepercayaan bila siswa telah berhasil, disamping itu diperlukan sikap positif
dan usaha keras pada siswa.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Menurut Wechler (Monk
& Knoer, Siti Rahayu Haditiono) Intelegensi merupakan suatu kecakapan
global atau rangkuman kecakapan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara
baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Yang menjadi masalah adalah
siswa yang memiliki intelegensi dibawah normal. Ini akan mempengaruhi perolehan
hasil belajar. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk belajar di
bidang-bidang keterampilan sebagai antisipasinya. Penyediaan kesempatan belajar
diluar sekolah, merupakan langkah bijak untuk mempertinggi taraf kehidupan
warga Indonesia.
10. Kebiasaan Belajar
Ke-tidak mengertian siswa pada arti dan pentingnya
belajar bagi diri sendiri memunculkan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti belajar
tidak teratur, menyianyiakan kesempatan belajar dll. Hal ini dapat diperbaiki
dengan pembinaan disiplin pembinaan diri. Suatu pepatah dan berbagai petunjuk
tokoh teladan misalnya, dapat menyadarkan siswa tentang pentingnya belajar.
Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang
baik dan membangkitkan harga diri siswa.
11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita merupakan
motivasi intrinsik, dan perlu didikan. Didikan cita-cita harus dimulai sejak
sekolah dasar. Disekolah menengah didikan mengenai cita-cita sudah semakin
terarah karena akan sangat bedampak buruk bila pencapaian cita-cita tidak
benar. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari
kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke hal yang semakin
sulit. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka
diharapkan siswa berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya
sendiri.
Contoh dari masalah belajar internal
dapat dilihat dari kasus berikut:
Ita gadis cilik
berusia 9 tahun. Akhir-akhir ini prestasinya sangat menurun. Hasil ulangannya
selalu buruk kalau soal-soal ulangan ditulis di papan tulis. Namun ketika ujian
sumatif, hasil ulangan Ita tidak begitu buruk. Soal-soal ulangan dicetak dan
dibagikan kepada setiap murid. Namun demikian, peringkat Ita di kelas turun
drastis, dari peringkat 5 menjadi peringkat 20. Dari kasus di atas dapat
dilihat, masalah yang ditekankan adalah kemampuan indera untuk menangkap
rangsangan. Ita tampaknya mempunyai kesulitan dalam penglihatan. Ini terbukti
dari berbedanya hasil yang dicapai antara ulangan harian yang soalnya ditulis
di papan tulis dengan ulangan sumatif yang soalnya dicetak dan dibagikan kepada
setiap murid.
Masalah-masalah eksternal
yang dialami siswa yang berpengaruh pada proses belajar terurai sebagai berikut:
1. Guru Sebagai
Pembina Siswa Belajar
Guru adalah
pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan
keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Guru juga
menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari
profesi guru sepanjang hayat.
2. Prasarana Dan
Sarana Pelajaran
Prasarana
meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga, ruang Ibadah dan
ruang kesenian. Sedangkan sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran,
fasilitas laboratorium dan berbagai media pembelajaran.
3. Kebijakan
Penilaian
Hasil belajar
merupakan hasil proses belajar, pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Hasil
belajar juga merupakan hasil proses pembelajaran, pelaku aktif dalam
pembelajaran adalah guru.
4. Lingkungan
Sosial Siswa Di Sekolah.
Tiap siswa
berada di dalam lingkungan social siswa di sekolah, ia memiliki kedudukan dan
peranan yang diakui oleh sesame. Jika seorang siswa, diterima, maka ia dengan
mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya jika ia ditolak,
maka ia akan merasa tertekan.
5. Kurikulum
Sekolah
Program
pembelajaran disekolah, berdasarkan dari suatu kurikulum, kurikulum yang
diberlakukan di sekolah adalah kurikulum nasional yang didasarkan pemerintah
atau suatu kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan.
D. Cara Mendiagnosa Masalah Belajar dan
Mengatasinya
Yang dimaksud dengan proses mendiagnosis
adalah proses pemeriksaan terhadap suatu gejala yang tidak beres. Diagnosis
masalah belajar dilakukan jika guru menandai atau mengidentifikasi adanya
kesulitan belajar pada muridnya.
Diagnosis masalah belajar dilakukan
secara sistematis dan terarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi adanya masalah
belajar
Untuk mengidentifikasi masalah belajar
diperlukan seperangkat keterampilan khusus, sebab kemampuan mengidentifikasi
yang berdasarkan naluri belakang kurang efektif. Gejala-gejala munculnya
masalah belajar dapat diamati dalam berbagai bentuk, biasanya muncul dalam
bentuk perubahan perilaku yang menyimpang atau dalam menurunnya hasil belajar.
Perilaku yang menyimpang juga muncul dalam berbagi bentuk seperti: suka
mengganggu teman, merusak alat-alat pembelajaran dan lain sebagainya.
2. Menelaah atau menetapkan status siswa
Penelaahan dan penetapan status murid
dilakukan dengan cara:
1) Menetapkan tujuan khusus yang
diharapkan dari murid
2) Menetapkan tingkat ketercapaian
tujuan khusus oleh murid dengan menggunakan teknik dan alat yang tepat.
3) Menetapkan pola pencapaian murid,
yaitu seberapa jauh ia berbeda dari tujuan yang ditetapkan itu.
3. Memperkirakan sebab terjadinya
masalah belajar
Membuat perkiraan yang tepat adalah
suatu perbuatan yang kompleks yang keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Beberapa prinsip yang harus diingat dalam memperkirakan sebab
terjadinya masalah belajar:
1) Gejala yang sama dapat ditimbulkan
oleh sebab yang berbeda
2) Sebab yang sama dapat menimbulkan
gejala yang berbeda
3) Berbagai penyebab dapat berinteraksi
yang dapat menimbulkan gejala masalah yang makin kompleks.
Analisis kasus
Seorang ibu datang kepada seorang
psikolog untuk berkonsultasi tentang apa yang dialami oleh anaknya. Anak ibu
tersebut yang berumur delapan tahun dan masih di kelas 1 SD karena tahun
kemarin tidak naik kelas. Tahun ini, si ibu merasa kuatir anaknya tidak naik
kelas lagi karena nilainya pas-pasan. Padahal, standar nilai sekarang kan
tinggi. Pernah si ibu mendaftarkan anaknya untuk mengikuti tes intelejensi dan hasil
IQ-nya 85.
Ayahnya sangat keras dan mengancam tidak
akan menyekolahkan anaknya kalau sampai tidak naik kelas lagi. Sepintas, si
anak bisa komunikasi dengan baik dan tidak terlihat bodoh. Namun, kalau materi
terlalu banyak tidak bisa mengikuti. Si ibu merasa kebingungan. Dan bertanya
kepada psikolog : Apa yang harus ibu lakukan ? Apa anak saya mengalami
kelainan? Bagaimana solusi terbaik?
dari hasil IQ, putra ibu memang termasuk
di bawah rata-rata. Kemungkinannya, anak mengalami kelambatan belajar. Namun,
bukan karena dia tidak mau tetapi terbatas pada kemampuannya. Misalnya ibu
sudah menyuruhnya belajar dan anak sudah melakukannya dengan waktu cukup lama
dan berusaha maksimal.
Tetapi, sesampai di sekolah anak lupa
atau tidak bisa mengerjakan dengan baik. Salah satu sebabnya karena kemampuan
mengingat materi pelajaran dan kapasitas kemampuan anak tidak berimbang. Kalau
memang si kecil dirasa kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah umum, dan tahun
ini anak tidak naik kelas, ibu sepertinya harus mulai mencari sekolah
alternatif.
Seperti memilih sekolah umum yang
berkelas kecil, sekolah khusus anak slow leaner, atau home schooling. Sebelum
memutuskan mana yang dipilih sebaiknya ibu mencari informasi mengenai dua
lembaga tersebut. Dengan demikian, ibu lebih paham dan bisa memilih sekolah
yang sesuai dengan keadaan keuangan, kondisi anak, dan situasi yang
memungkinkan.
Lebih baik, si ibu pikirkan bersama
suami agar keputusan yang diambil bisa jadi motivasi ibu dan bapak dalam
memaksimalkan potensi si kecil. Dan, tidak lagi menyudutkan anak dengan segala
keterbatasan yang dia miliki. Atau, menyalahkan ibu yang dianggap kurang bisa
mendidik dengan baik.
Apapun yang terjadi, ibu dan bapak patut
bersyukur, meskipun keadaan si kecil seperti saat ini namun secara fisik dia
sehat dan bisa berkomunikasi dengan baik. Anak-anak dengan kelambatan belajar
butuh ketekunan, kesabaran, dan keuletan dalam memberikan materi pelajaran.
Karena, penalaran anak kurang berkembang tetapi dengan latihan terus-menerus,
anak bisa mengejar ketertinggalannya.
Tumbuhkan terus motivasinya dan jangan
pernah memberikan sansi fisik, hal tersebut hanya membuatnya frustasi.Ibu bisa
mencari bakat dan minat anak yang mungkin menurut kita kurang berguna, tapi
anak suka dan bisa melakukannya dengan enjoy.
C. Prosedur dan Langkah-Langkah Penanggulangan
Masalah Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk
memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih
baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan
belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang
diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang
merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan,
akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah
bagi perkembangan pribadinya.
Menghadapi masalah itu, ada kecendrungan tidak semua siswa mampu
memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk
memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi.
Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah
yang dihadapinya cukup berat.
Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu
memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Seperti diketahui, sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal sekurang-kurangnya memiliki 3 fungsi utama. Pertama
fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang
pengetahuan dan keterampilan. Kedua, fungsi administrasi, dan ketiga fungsi
pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh
pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga
dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap
proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan
kelas, bertanggung jawab pula atau melekat padanya fungsi administratif dan
fungsi pelayanan siswa. Hanya memang dalam pendidikan, pada dasarnya sulit
memisahkan secara tegas fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya, meskipun
pada setiap fungsi tersebut mempunyai penanggung jawab masing-masing. Dalam hal
ini, guru atau pembimbing dapat membawa setiap siswa kearah perkembangan
individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta
tanggung jawab moral. Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru
dalam melaksanakan tugas dan peranannya ialah kegiatan evaluasi. Dilihat dari
jenisnya evaluasi ada empat, yaitu sumatif, formatif, penempatan, dan
diagnostik.
1. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar
faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua
bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam
diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b)
faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
2. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih
mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil
langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya
terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak
yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
3. Tes diagnostik
Pada konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan
belajar yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat
diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka
guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan
guna menolong siswa tersebut.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tes dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan
merumuskan rencana tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat
penting dalam rangka membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat
diatasi dengan segera apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa
tersebut. Guru atau pembimbing harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan
keadaan siswa bila timbul gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan
data tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih
mudah dan terarah.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir
nasional (UAN) dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat
berat. Pihak sekolah dalam menghadapi
Salah satu antisipasinya pihak sekolah atau guru, harus memberi perhatian
khusus terhadap perbedaan kemampuan individual siswa tersebut. Perhatian yang
dimaksud yakni dengan menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu
dilaksanakan dengan efektif dan efesien, penulis yakin permasalah perbedaan
kemampan siswa akan terselesaikan dengan baik
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami
kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat
ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
1. Call them approach; melakukan wawancara dengan
memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat
ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan
atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar,
permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material;
(b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk
mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap
Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri
pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan
pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h)
hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan
sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru
atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru
atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut
aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya
tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli
yang lebih kompeten.
4. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah
seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa
pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan
masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
• Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan
masalah yang dibahas;
• Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
• Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
• Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
• Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan
beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah
diberikan, yaitu apabila:
1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang
dihadapi.
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme
penanganan siswa bermasalah, silahkan klik tautan di bawah ini. Materi
disajikan dalam bentuk tayangan slide
d. Model Pembelajaran
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model
pembelajaran
1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa
disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan
antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber
belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang
berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima
elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
2. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada
upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia
(interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan
kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian Melalui bermain
peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia
dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama
para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap,
nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan
tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan
memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran;
(4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7)
diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang;
dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan
pengambilan keputusan.
3. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan
model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran
Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu
: (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya
kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan;
(3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
4. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta
didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap
seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil
belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis.
Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan,
terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi
dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk
memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi
satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua
tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses
belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah
para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan
dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah
memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh
peserta didik. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal
apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan,
sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan
belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas
dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan
terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan
(diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada
pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran
sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan
dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan
penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian,
yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional
dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan
memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang
meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang
dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta
didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2)
memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum
menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas
banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas
mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware
maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan
proses belajar.
5. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan
tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk
digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para
guru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang
jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan,
dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa
komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja;
(3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci
jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai berikut :
1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk
kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan
dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran
yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap
setiap peserta didik.
6. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,
manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat
bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam
kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi;
(2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan
fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas
dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah
: (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c)
merumuskan masalah.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, DLL.
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan
3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, DLL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar